Wednesday, February 28, 2018

Penyebar Hoaks Dibekuk, Istri Syok

Sindikat penyebar kabar bohong (hoaks) yang berisi isu-isu provokatif di media sosial, ditunjukkan polisi di Gedung Dittipid Siber Bareskrim Polri, Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).
Mereka adalah Muhammad Lutfi (40), Riski Surya Darma (33), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), Ronny Sutrisno (40), dan Tara Arsih Wijayani (40).
Lutfi yang mewakili para tersangka itu mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya.
"Kami memohon maaf terutama pada bangsa Indonesia, yang dipimpin oleh jajaran paling tertinggi (Presiden). Lalu kepada Mabes juga yang ada di sini, Cybercrime. Saya mengakui telah menyesal, dan tadi juga sepakat teman-teman mengakui juga kepada saya, menyesal mereka semua," kata Lutfi yang mengenakan kaus Tahanan Siber Bareskrim warna merah.
Pria berambut spike itu juga meminta maaf kepada para korban hoaks. Mereka menegaskan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
"Karena beda mungkin pandangan sebagai jurnalis, kami dibilang hoaks atau bohong, karena kami tersangka. Ada perbedaan yang telah disampaikan oleh salah satu kepolisian, yang saya enggak tahu pangkatnya, yang inisialnya S. Merekalah yang menyadarkan kami semua di sini," ujar Lutfi.
Seperti diketahui, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Keamanan mengungkap sindikat penyebar isu-isu provokatif di media sosial.
Mereka tergabung dalam grup WhatsApp 'The Family MCA (Muslim Cyber Army)'.
Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan pencemaran nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu.
Dua grup
Setelah dilakukan penyidikan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengetahui bahwa grup jaringan Muslim Cyber Army (MCA) terbagi jadi dua.
Di mana dua grup tersebut memiliki tugas masing-masing.
"Yang pertama ada Cyber Moeslim Defeat Hoax. Tugasnya melakukan setting agar dapat memenangkan opini dengan share berita ke luar secara masif," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran.
Lalu, ada grup The Family Team Cyber.
Grup tersebut berisi orang yang memiliki pengaruh di dalam grup-grup lainnya untuk mengatur dan merencanakan sebuah berita agar dapat diviralkan secara terstruktur.
"Grup The Family Team Cyber ini merupakan grup yang berperan penting dalam MCA. Di mana enam orang pelaku yang sudah ditangkap, merupakan yang termasuk dalam The Family Team Cyber," kata Fadil lagi.
Dalam grup yang berperan sebagai sniper ini, terdapat 177 member adminnya.
Juga bertugas melakukan report akun-akun lawan, untuk dilakukantake down atau menyebar virus, agar tidak bisa mengoperasikan gadget lagi, dan kontra narasi isu-isu kelompok lawan.
"Mereka berperan sebagai tim sniper dan inti. Karena itu tidak semua bisa masuk MCA. Mereka harus dipilih terlebih dahulu. Nantinya mereka akan diarahkan apakah masuk ke Cyber Moeslim Defeat Hoax atau The Family Team Cyber," tutur Fadil.
Terkejut
Penangkapan Muhammad Lutfi (40) di rumah mertuanya di Jalan Sunter Muara RT 01/RW 05, Tanjung Priok, Senin lalu, mengejutkan tetangga dan keluarganya.
Menurut Ketua RT 01/RW 05, Lutfi tidak memiliki pekerjaan yang jelas.
"Kurang tahu pekerjaannya, kelihatan di sini juga cuma sekali-kali," katanya, Rabu (28/2/2018).
Kerabat Lutfi juga tidak mengetahui persis pekerjaan pria itu.
"Nggak tahu persis ya pekerjaannya, mungkin ada bisnis," ucap kakak ipar tersangka, Harry Fadilah (43).
Menurut Harry, meski tidak bisa dibilang ustaz, Lutfi sedikit banyak paham agama.
Alhasil Harry pun kaget dengan penangkapan adik iparnya tersebut.
Istri Lutfi pun terkejut bukan kepalang.
"Istrinya masih syok sampai sekarang. Istrinya kan lagi hamil tujuh bulan anak kedua. Kita sih ada rencana nengokin tapi memang belum siap karena kondisinya masih syok," ujar Harry.
Ditambahkan Harry, selama tinggal di rumah mertua sejak 6-7 tahun silam, Lutfi tidak pernah menunjukkan gelagat mencurigakan.
Dosen
Salah satu tersangka, yakni Tara Arsih Wijayani (40), diketahui merupakan seorang dosen di sebuah PTS di Yogyakarta.
Warga Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, itu antara lain menyebarkan berita hoaks tentang dibunuhnya seorang muazin di Majalengka oleh orang yang berpura-pura gila.
Berita hoaks tersebut disebarkannya melalui media sosial Facebook.
Dir Reskrimum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana menjelaskan, penangkapan pelaku berdasarkan laporan polisi nomor Lp/81/A /II/2018/Jbr/Res Mjl/Sat.Reskrim tertanggal 22 Februari 2018.
Tara Arsih Wijayani (TAW) ditangkap personel Sat Reskrim Polres Majalengka dan Dit Direskrimum Polda Jabar di kawasan Jakarta Utara, Senin (26/2) malam, dan langsung dibawa ke Polres Majalengka.
Umar menjelaskan, berita bohong ini diketahui anggota Polres Majalengka pada Sabtu (17/2) sekitar pukul 12.00 melalui media sosial Facebook atas nama akun Tara Dev Sams yang dilakukan pelaku TAW.
Namun, dari hasil penyelidikan, polisi tidak menemukan adanya korban muazin dan pelaku dengan gangguan jiwa.
"Atas kejadian tersebut, masyarakat di Kabupaten Majalengka menjadi resah dan takut sehingga menimbulkan kegaduhan dan rasa kebencian seseorang atau salah satu pihak," ujar Umar melalui pesan singkat, Selasa (27/2/2018).
Polisi kemudian memburu penyebar berita bohong tersebut.
Setelah didapatkan identitas pelaku, polisi langsung mengejar dan menangkap pelaku.
150.000 postingan
TAW merupakan dosen PTS.
"Pengakuannya Dosen UII Yogyakarta. Nomor induk dosen negara 055220502 Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, terdata UII Yogya dosen bahasa atau sastra Inggris," jelas Umar.
Mengetahui hal itu, Polda Jabar mendalami peran dosen wanita tersebut dengan berkoordinasi ke rektorat UII di Yogyakarta.
Dalam pelaksanaanya, lanjut Umar, pelaku sudah menyebarkan hoaks kasus pembunuhan di Majalengka yang dibuat seolah korban adalah muazin.
Tersangka sudah menyebarkan belasan ribu postingan tersebut di beberapa daerah.
"Tersangka TAW ini juga menyebarkan 150.000 postingan di Facebook tentang muazin dibunuh di Majalengka. Postingan itu juga diterima oleh masyarakat di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Majalengka," jelasnya.
Dari penyelidikan polisi, TAW ternyata sudah bertahun-tahun menjadi anggota The Family Muslim Cyber Army (MCA).
"Pengakuannya baru saja bergabung, hanya saja kami tidak percaya tanpa alat bukti. Kami eksplor dari dia dan mendapatkan gadget yang dia punya. Kalau berdasarkan gadget, mungkin dia sudah empat sampai lima tahun gabung di situ (MCA)," ujar Umar Surya Fana di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Rabu (28/2/2018).
Umar pun menyebutkan bahwa pelaku ini mengerti sistem IT, sebab saat menyebarkan berita hoaks tersebut menggunakan sistem mirror link.
Sistem mirror link ini merupakan teknologi yang memungkinkan pengguna ponsel pintar berbasis Android, iOS, atau Symbian untuk terhubung pada head unit (HU).
Bahkan dengan teknologi internet, bisa terkoneksi di berbagai perangkat komputer.
"Dalam satu jam dia bisa reposisi dari Yogya, Jakarta, Bandung dan Sumedang. Kalau secara fisik enggak mungkin reposisi Yogya, Jakarta dan Bandung dalam satu jam.
Nah itulah dunia maya," katanya. 
sumber : tribunnews.com

No comments:
Write comments