SALOKI kerap risau setiap 2 minggu menjelang panen
lele. Inilah saat peternak di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat, itu menjumpai kematian lele hingga 20%. Namun,
lewat penggantian air, resirkulasi, dan penggunaan probiotik, angka
mortalitas itu bisa ditekan sampai di bawah 5%.
Kematian lele-lele itu cukup menyesakkan dada Saloki.
Bayangkan dari kolam 10 x 8 meter yang ditebar 12 ribu bibit, dalam 2
bulan mantan kepala desa itu seharusnya mengantongi hasil panen sekitar
1,1 ton. Kenyataannya, Saloki hanya memanen rata-rata 900 kg. Dengan
selisih panen 200 kg dan harga jual minimal Rp9.000, Saloki merugi Rp1,8
juta.
Saloki tidak sendirian. Banyak peternak lele di
Yogyakarta, Boyolali, Jawa Tengah, sampai Karawang, Jawa Barat,
mengalami kejadian serupa. "Lele tiba-tiba ditemukan mati mengambang
begitu saja. Warna tubuhnya tampak kuning," ujar Jumaryanto, peternak di
Desa Banaran, Kecamatan Wates, Yogyakarta.
Di mana letak kekeliruan para peternak itu? Menurut
Ir. Ign. Hardaningsih, M.Si., peneliti lele dari Jurusan Perikanan
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, musibah itu terjadi karena
amonia di kolam tinggi. Biang keroknya pakan. Maklum karena ingin
memperoleh lele besar, peternak kadang kala "khilaf" memberikan pakan
berlebih. Ujung-ujungnya sisa pakan-pakan itu melonjakkan kadar amonia
di kolam. "Kasusnya paling lazim pada padat penebaran tinggi di atas 200
ekor/m®MDSU¯2. Kematian ikan bisa di atas 20%," ujar ahli genetika ikan
itu.
Ganti Air
Tidak sulit mengatasi kendala itu. Ada beragam cara
dapat dipilih oleh peternak. Hardaningsih menguraikan cara praktis
dengan mengganti air 30%--50% terhitung sebulan menjelang masa panen.
Langkah ini pula yang dilakukan Wagiran, ketua kelompok perikanan
Trunojoyo di Kulonprogo, Yogyakarta. Ia ganti air tiga kali sebanyak 50%
volume pada bulan pertama budi daya. Berikutnya di bulan ke-2 sebanyak 4
hari sekali dengan volume penggantian air serupa. "Hasilnya tidak ada
kematian lele satu pun," ujarnya.
Penggantian air ini otomatis mengurangi kadar amonia
di air. Prinsip itu sama seperti dilakukan para penghobi koi atau ikan
hias lain untuk mencegah ikan keracunan senyawa itu di luar pemakaian
aerator. Nah, bila budi daya lele dilakukan di lokasi sulit air, seperti
di Gunungkidul, Yogyakarta, sistem resirkulasi dapat dipakai.
Resirkulasi air di kolam tidak njelimet. Prosesnya
sederhana, memutarkan air melewati filter sebelum air itu kembali ke
kolam. Nyaris persis filterisasi di kolam koi. Namun, sebagai filter
penyaring dipakai kombinasi spons dan arang kayu. Kedua bahan ini
terbukti mampu menangkap kotoran sekaligus mengunci senyawa-senyawa
berbahaya.
Menurut Hardaningsih, untuk kolam berukuran 8 x 8
meter bisa dibuat filter 1 x 1 meter setinggi 20 cm. Di dalam filter itu
bagian bawah ditabur arang, di atasnya spons. "Air dialirkan lewat
pompa masuk ke filter tersebut," kata dia. Ukuran filter dapat
disesuaikan dengan kapasitas pompa. Intinya jangan sampai air masuk dan
tersaring meluber.
Trik lain memakai probiotik. Cara ini terbilang
paling mudah karena peternak tinggal menyiramkan cairan ke kolam. Meski
demikian peternak patut jeli melihat komposisi probiotik. Idealnya
komposisi bakteri aktif yang terkandung antara lain bakteri nitrosomonas
dan nitrobacter. "Tanpa kedua jenis bakteri pengurai itu mustahil
amonia bisa turun," kata Hardaningsih.
Kombinasi
Menurut Wagiran, probiotik tak melulu disiramkan ke
kolam, tetapi dapat diberikan bersama-sama pakan. Setiap 10 cc probiotik
dicampurkan dengan 1 kg pakan. Cara ini akan berdampak kuat bila
dikombinasikan dengan pemberian vitamin C dan B kompleks, masing-masing 2
butir untuk 1 kg pakan. "Pakan campuran ini cukup diberikan seminggu
sekali," kata dia.
Peternak dapat membuat probiotik sendiri. Wagiran
menggunakan starter bakteri, 2 kg gula, 1 liter molases, dan sekaleng
susu kental manis. Semua bahan itu dicampurkan dalam jeriken 30 liter.
Jeriken ditutup rapat dan setiap 12 jam dibuka tutupnya untuk membuang
gas. "Dalam dua hari probiotik sudah siap pakai," ujarnya.
Bila probiotik buatan itu disiram langsung ke kolam,
Wagiran mencampur lagi dengan urea. Caranya 10 cc probiotik dicampur 2
sendok makan urea. Campuran yang diberikan pada pagi hari efektif untuk
luas bidang 1 m®MDSU¯2. Untuk ukuran kolam lebih luas, tinggal
mengalikan dengan dosis standar. Alhasil, dari pengalaman Wagiran, lele
dapat selamat sampai masa panen. Dengan cara itu kerugian yang diderita
Saloki bisa dihindari.
No comments:
Write comments